TIDAK banyak riwayat yang bisa kita kupas dari seorang waliyullah
yang bernama Syaikh Aminullah atau Datu Bagul ini. Hanya saja, berdasarkan
kisah yang disampaikan Paman Fauzan, seorang penjaga makam Datu Bagul di Desa
Tungkaran, Martapura, Datu Bagul wafat kira-kira 287 tahun yang lalu, atau
lebih dahulu ketimbang Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjary atau Datu Kalampayan
(wafat 200-an tahun lalu).
Jika diperkirakan bahwa beliau wafat sekitar 287 tahun lalu, maka diperkirakan,
tahun beliau wafat adalah 1726. Wallahu a'lam. Menurut Paman Fauzan, warga Desa
Tungkaran, Datu Bagul adalah yang mula-mula mendiami kawasan Tungkaran tersebut
yang dulunya adalah kawasan hutan dan berdataran tinggi, alias bebas banjir
ketimbang kawasan langganan banjir lainnya seperti Tunggul Irang, Pingaran,
Astambul, Dalam Pagar dan lain-lain di pesisir Sungai Martapura.
Dikatakannya, berdasarkan kisah yang disampaikan Syaikh Muhammad Zaini bin
Abdul Ghani atau Guru Sekumpul, Datu Bagul sebenarnya bernama asli Syaikh
Aminullah, berasal dari Persia, Timur Tengah. "Guru Sekumpul mengetahui
nama asli beliau, ketika Guru Sekumpul sering berkhalwat di makam ini puluhan
tahun lalu. Bahkan, Datu Bagul sendiri yang memberitahukan nama asli beliau
kepada Guru Sekumpul, di mana ketika itu, Guru Sekumpul secara kasyaf bisa
bertemu bahkan berangkulan dengan Syaikh Aminullah sebagai sesama
waliullah," beber Paman Fauzan.
Datu Bagul menurut Guru Sekumpul adalah seorang habaib, atau masih keturunan
Rasulullah SAW dari anaknya Siti Fatimah yang berkawin dengan Sayyidina Ali RA.
"Menurut Guru Sekumpul, beliau sangat alim. Bahkan, sejarahnya tak banyak
dikisahkan Guru Sekumpul. Kata Guru Sekumpul, Datu Bagul itu hanyalah gelaran
dari penduduk setempat, yang sebenarnya nama asli beliau adalah Syaikh Aminullah,
berasal dari Persia dan masih keturunan Rasulullah SAW," ungkapnya.
Paman Fauzan menceritakan, dari riwayat yang ia himpun dari cerita para tetuha,
Syaikh Aminullah memang sudah diperintahkan Rasulullah SAW untuk hijrah dari
Persia ke Tanah Banjar yang kala itu di bawah kekuasaan Kesultanan Banjar.
"Beliau datang semata-mata untuk mensyiarkan agama Islam. Konon, beliau
menggunakan sebuah kapal yang cukup besar, lengkap dengan barang-barang
dagangannya. Selain berdagang, beliau memberikan pengajaran agama Islam kepada
penduduk Banjar," jelasnya.
Sehingga suatu masa tibalah bagi Syaikh Aminullah berkhalwat di tengah hutan.
Kapal dagangnya pun disandarkan di tepi bukit. "Di sebelah belakang makam
ini, dulunya adalah danau yang luas dan dalam, sehingga kapal bisa masuk dari
arah Sungai Martapura. Seiring waktu, kapal itu tenggelam atau bagaimana saya
kurang mengerti. Namun, menurut para ulama yang kasyaf, memang di kawasan ini
banyak khazanah-khazanah di dalam perut buminya, baik berupa intan maupun emas batangan,
wallahu a'lam," kisahnya.
Hanya saja, khazanah itu masih ghaib, dan suatu masa kelak,
khazanah itu akan keluar dengan sendirinya ke permukaan. "Menurut para
tetuha, intan akan keluar dari perut bumi, layaknya batu-batu kerikil. Meski
banyak di ditemukan, namun intan sudah tak terlalu berharga. Di zaman itu,
semua orang kaya-kaya," beber Paman Fauzan dengan tertawa.