BERITA duka itu akhirnya datang juga. Rabu, 10 Agustus 2005,
subuh dinihari selepas pukul 05.00 Wita, Al ‘Aalimul ‘Allaamah Al ’Aarif
Billaah Maulana Syekh KH Muhammad Zaini Abdul Ghani ( Abah Guru Sekumpul Martapura Kalimantan Selatan ) berpulang ke rahmatullah.
Ribuan ummat segera berdatangan memenuhi sekitar rumah duka di Kompleks Ar
Raudhah Sekumpul Martapura. Mushalla dan kawasan Kompleks tak sanggup menampung
membludaknya warga masyarakat yang mencintai Belaiau. Semuanya berduka.
Kesedihan menggelayut dalam wajah-wajah mereka. Deraian air mata tidak tertahankan.
Sesekali kerabat dekat Guru memberikan ciuman terakhir
kepada sang ulama. Pukul 12.30, jenazah Guru Sekumpul dihantar ke pemakaman yang
berada di depan Mushalla ArRaudhah atau di bagian depan samping
kiri kediaman almarhum. Kala keranda dikeluarkan dari kamar, gemuruh
tahlil dan tahmid mengumandang, disertai dengan suara isak tangis
di sana-sini. Lantunan tahlil itu terasa pilu, menyayat hati dan
membuat bulu kuduk berdiri. Suara itu terus bergema terlebih
saat keranda jenazah melewati pintu utama kediaman menuju mushalla.
Ribuan jamaah berebut membawa keranda hingga selendang
penutup keranda nyaris lepas. Di mushalla, shalat jenazah
berpuluh-puluh kali digelar. Menjelang Ashar keranda dibawa ke pemakaman
yang jaraknya cuma beberapa meter dari mihrab. Tepat azan Ashar dan diiringi
lantunan ayat Al Qur’an, jasad sang ulama diturunkan ke liang
lahad. Sesuai wasiat Guru, yang memimpin pembacaan talqin adalah
(alm) Al Alimul Fadhil KH Abdus Syukur.
Hari-hari ini, kita kembali terkenang dengan ceramah sang
ulama dalam beberapa kali pengajian. Banyak di antaranya yang bertutur
tentang kematian, wasiat kehidupan, walau diungkapkan Guru Sekumpul secara
bercanda.“Kalau aku kena meninggal dunia, kantor dan bank pasti tutup. Sekolah
dan madrasah juga umpat libur….” Kata Guru. Di saat banyak yang bingung,
sang ulama menyambung kalimat itu hingga membuat jamaah
tertawa, “Asal aku meninggalnya hari Minggu…”Canda Guru itu setidaknya
terbukti.
Meski wafat bukan hari Ahad, suasana di Martapura dan
sekitarnya mengamini apa yang dulu diungkapkan Guru. Sekolah banyak yang
diliburkan, kantor dan instansi pemerintah relatif tidak berfungsi
walau tampak buka, dan toko-toko di Pasar Martapura seperti tidak berpenghuni.
Semuanya larut dalam kedukaan. Ratusan ribu jamaah yang menghadiri pemakaman
menciptakan rekortersendiri dalam sejarah di Kalsel.
Dari mantan Wapres Hamzah Haz, Gubernur, anggota DPR, hingga
rakyat dan ummat datang melayat. Jalan-jalan macet dan aktivitas warga
terhenti. Semuanya ingin memberikan penghormatan terakhir. Imam shalat pun
tak mampu menahan deraian airmata kala melafalkan doa. Isak tangis tiada
terbendung.
Media massa daerah hingga nasional memberitakan kabar duka
ini, termasuk koran besar seperti Kompas dan Jawa Pos. Bahkan, Rabu
dinihari itu juga, Banjarmasin Post mencetak ulang halaman depan koran
yang berisi berita wafatnya Guru Sekumpul.
Sesungguhnya
akhir Juli hingga awal Agustus 2005, kesehatan Guru Sekumpul menjadi
perbincangan masyarakat Kalsel. Hampir setiap hari sejumlah media
cetak lokal memberitakan kondisi sang ulama yang setiap dua kali sepekan
menjalani cuci darah. Sejak awal-awal 2005, pengajian juga libur panjang.
Puncak semua itu, Jum’at, 29 Juli 2005, diantar (Gubernur) Kalsel H. RudyAriffin,
Guru Sekumpul dibawa ke Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapura.
Ditangani oleh Dr Gordon Ku, spesialis penyakit dalam,
kondisi kesehatan sang ulama terus membaik, namun harus terus menjalani
perawatan. Selagi masih di luar negeri, masyarakat Kalsel heboh oleh beredarnya
kabar wafatnya Guru. Sejumlah media radio malah sempat memberitakannya.
Kabar itu sendiri dibantah oleh orang dekat Guru, termasuk Rudy Ariffin
yang terus memantau perkembangan kesehatan Guru.
Kepada Rudy, Guru mengaku ingin sekali cepat pulang ke
Martapura. Apalagi, Rudy Ariffin setelah itu lebih dulu pulang ke Kalsel untuk
dilantik sebagai Gubernur. “Bila ikam bulik, aku umpat bulik jua Di
ai,” kata Guru kepada Rudy.
Sang ulama memang sangat dekat dengan Rudy hingga seakan
merasa sendirian disana tanpa Rudy. Atas advis tim dokter di RS, Guru diminta
tetap dirawat di lantai 3 ruang khusus Critical Unit. Setelah lebih sebelas
hari menjalani perawatan, Guru pun diperbolehkan pulang.
Selasa 9 Agustus, pukul 20.30, pesawat carter F-28 yang
membawa sang Aulia mendarat di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin. Tepat
pukul21:15, iring-iringan mobil yang membawa Guru tiba di
Kompleks Sekumpul. Mobil DA 9596 ZG yang membawa Guru langsung masuk
kedalam garasi, di bagian belakang kediaman.Guru kembali berjumpa dengan
keluarga dan kota kelahiran yang sangat dicintai dan dirindukannya. Namun,
ternyata Allah SWT lebih mencintai dan merindukan sang ulama. Hanya dalam
hitungan jam berada di tengah keluarga, Guru Sekumpul dipanggil untuk
selama-lamanya.Innaa lillaahi wainnaa ilaihi rooji’uun
Kutipan dari buku "Bertamu Ke Sekumpul"
Edisi : Cetakan Ke-4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar