Menambah lafazh "sayyid" sebelum menyebut nama Nabi adalah hal yang diperbolehkan karena kenyataannya beliau memang Sayyid al 'Alamin ; penghulu dan pimpinan seluruh makhluk. Jika Allah ta'ala dalam al Qur'an menyebut Nabi Yahya dengan :
سورة آل عمران : () ... وسيدا وحصورا ونبيا من الصالـحين
Padahal
Nabi Muhammad lebih mulia daripada Nabi Yahya. Ini berarti mengatakan sayyid untuk Nabi Muhammad juga boleh,
bukankah Rasulullah sendiri pernah mengatakan tentang dirinya
:
" أنا سيد ولد ءادم يوم القيامة ولا فخر " رواه الترمذي
Maknanya
: "Saya adalah penghulu manusia di hari
kiamat" (H.R.
at-Turmudzi)
Jadi
boleh mengatakan " اللهم صل على سيدنا محمد " meskipun tidak pernah ada pada lafazh-lafazh shalawat yang
diajarkan oleh Nabi (ash-Shalawat al
Ma'tsurah). Karena menyusun dzikir tertentu; yang tidak ma'tsur boleh selama tidak bertentangan
dengan yang ma'tsur. Sayyidina umar
dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim menambah lafazh talbiyah dari yang sudah diajarkan oleh
Nabi, lafazh talbiyah yang diajarkan oleh Nabi adalah :
" لبيك اللهم لبيك، لبيك لا شريك لك لبيك، إن الحمد والنعمة لك
والملك ، لا شريك لك "
Sayyidina Umar
menambahkan :
"لبيك اللهم لبيك وسعديك ، والخير في يديك، والرغباء إليك
والعمل"
Ibnu
Umar juga menambah lafazh tasyahhud menjadi :
" أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له "
Ibnu
Umar berkata : " وأنا زدتها " ; "Saya yang menambah
وحده
لا شريك له ". (H.R.
Abu Dawud)
Karena
itulah al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al
Bari, Juz. II, hlm. 287 ketika menjelaskan hadits Rifa'ah ibn Rafi', Rifa'ah
mengatakan : Suatu hari kami sholat berjama'ah di belakang Nabi shallallahu 'alayhi wasallam, ketika
beliau mengangkat kepalanya setelah ruku' beliau membaca : سمع
الله لمن حمده ,
salah seorang makmum mengatakan:
"ربنا ولك الحمد
حمدا
كثيرا طيبا مباركا فيه " ,
maka ketika sudah selesai sholat Rasulullah bertanya : "Siapa tadi yang
mengatakan kalimat-kalimat itu ?" , Orang yang mengatakan tersebut menjawab:
Saya , lalu Rasulullah mengatakan :
" رأيت بضعة وثلاثين ملكا يبتدرونها أيهم يكتبها أول"
Maknanya
: "Aku melihat lebih dari tiga puluh
malaikat berlomba untuk menjadi yang pertama
mencatatnya".
al
Hafizh Ibnu Hajar mengatakan : "Hadits ini adalah dalil yang
menunjukkan ;
- Bolehnya menyusun dzikir di dalam sholat yang tidak ma'tsur selama tidak menyalahi yang ma'tsur.
- Boleh mengeraskan suara berdzikir selama tidak mengganggu orang di dekatnya.
- Dan bahwa orang yang bersin ketika sholat boleh mengucapkan al Hamdulillah tanpa ada kemakruhan di situ". Demikian perkataan Ibnu Hajar.
Jadi
boleh mengatakan " اللهم صل على سيدنا محمد " dalam
sholat sekalipun karena tambahan kata sayyidina ini tambahan yang sesuai dengan
asal dan tidak bertentangan dengannya.[]