Para ulama mujtahid telah menyepakati (ijma') bahwa seorang
perempuan boleh keluar rumah dalam keadaan terbuka wajahnya dan keharusan bagi
orang laki-laki untuk tidak memandang dengan syahwat, jika memang perempuan
tersebut menutup seluruh tubuhnya kecuali muka dan kedua telapak tangannya.
Ijma' ini telah dinukil oleh banyak ulama, di antaranya al Imam al Mujtahid
Ibnu Jarir ath-Thabari, al Qadli 'Iyadl al Maliki dalam al Ikmal, Imam al
Haramayn al Juwayni, al Qaffal asy-Syasyi, al Imam ar-Razi, bahkan Ibnu Hajar
al Haytami menukil dari sekelompok ulama yang menyebutkan ijma' dalam masalah
ini.
Allah ta'ala
berfirman :
ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها سورة النور
Maknanya: “Dan tidak bolah bagi mereka menampakkan perhiasan
mereka kecuali yang (biasa) nampak dari perhiasan tersebut” (Q.S. an-Nur: 31)
As-Sayyidah 'Aisyah dan Abdullah ibn 'Abbas –semoga Allah
meridlai mereka- إلا ما ظهر منها : "adalah muka dan kedua telapak tangan". Hal serupa
juga dikemukakan oleh al Imam Ahmad.
Di antara dalil yang menunjukkan kepada hukum ini adalah
hadits perempuan Khats'amiyyah yang diriwayatkan oleh al Bukhari,
Muslim, Malik, Abu Dawud, an-Nasa-i, ad-Darimi dan Ahmad dari jalur 'Abdullah
ibn 'Abbas, ia berkata : "Di pagi hari raya 'Iedul Adlha datang seorang
perempuan dari kabilah Khats'am dan bertanya kepada Rasulullah: Wahai
Rasulullah, sesungguhnya kewajiban haji berlaku atas ayahku ketika beliau sudah
tua dan tidak bisa lagi naik kendaraan, apakah aku bisa berhaji untuknya ?
Rasulullah menjawab : berhajilah untuknya. Ibnu 'Abbas
berkata : perempuan tersebut adalah perempuan cantik, al Fadl-pun melihat
kepadanya, ia terpesona dengan kecantikannya, maka Rasulullah memalingkan leher
al Fadl ke arah lain". Dalam riwayat at-Tirmidzi dari jalur 'Ali : "Perempuan
itu juga melihat kepada al Fadl, ia terpesona oleh ketampanannya, kemudian al
'Abbas berkata : Wahai Rasulullah, kenapa engkau palingkan leher anak pamanmu ?
Rasulullah menjawab : Aku melihat seorang pemuda dan pemudi, aku tidak menjamin
selamat keduanya dari setan", at-Turmudzi berkata : Hadits ini hasan
sahih. Ibnu 'Abbas berkata : "Peristiwa ini terjadi setelah turunnya ayat
yang mewajibkan Hijab".
Dalil yang bisa diambil dari hadits ini bahwa
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam tidak memerintahkan perempuan
Khats'amiyyah yang cantik ini untuk menutup mukanya. Mungkin ada orang yang
berkata : Bukankah ia sedang ihram (pantaslah ia tidak menutup mukanya karena
hal itu memang dilarang) ! Jawabannya : Seandainya menutup muka itu wajib,
niscaya Rasulullah akan memerintahkan perempuan tersebut untuk melambaikan kain
di atas muknya tanpa menyentuh kulit muka dengan merenggangkan (antara kain dan
muka) dengan memakai sesuatu untuk memnuhi kemaslahatan ihram tersebut. Tapi
ternyata Rasulullah tidak memerintahnya. Ini menunjukkan bahwa menutup muka
bagi perempuan tidak wajib hukumnya, tetapi merupakan sesuatu yang baik dan
disunnahkan.
Para ulama juga telah sepakat bahwa perempuan dimakruhkan
baginya menutup muka dan memakai cadar dalam sholat dan bahwa hal itu
diharamkan saat ihram.
Sedangkan kewajiban menutup muka itu hanya berlaku khusus
bagi isteri-isteri Rasulullahshallallahu 'alayhi wasallam sebagaimana
dinyatakan oleh Abu Dawud dan lainnya. Al Hafizh Ibnu Hajr mengatakan dalam at-Talkhish
al Habir : "Abu Dawud mengatakan : ini (kewjiban menutup muka) hanya
berlaku bagi isteri-isteri Rasulullah secara khusus dengan dalil hadits
Fathimah binti Qays. Aku (Ibnu Hajar) mengatakan : Ini adalah pemaduan yang
bagus, dengan ini pula al Mundziri melakukan pemaduan dalam Hawasyi-nya dan itu
dianggap baik oleh guru kami". Maksud Ibnu Hajar bahwa sabda Nabi riwayat
Abu Dawud kepada kedua isterinya :
" احتجبا منه "
Maknanya : "Pakailah hijab darinya ".
Ketika Ibnu Ummi Maktum yang buta datang, perintah ini
adalah khusus bagi isteri-isteri Rasulullah, karena dikompromikan dengan hadits
Fathimah binti Qays riwayat Muslim bahwa Rasulullah berkata kepadanya :
"Lakukanlah 'iddah di rumah Ibnu Ummi Maktum, karena dia adalah orang
buta, kamu bisa meletakkan pakaianmu di sana". Jadi jelas dalam hal ini
Rasulullah dalam hukum membedakan antara isterinya dengan yang bukan isterinya.
Abu al Qasim al 'Abdari, penulis at-Taj wa al Iklil bisyarh Mukhtashar
Khalilmengatakan : "Dan tidak ada perbedaan pendapat bahwa kewajiban
menutup muka hanya khusus bagi isteri-isteri Nabi shallallahu 'alayhi
wasallam ".
Sedangkan firman Allah ta'ala :
يا أيها النبي قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من
جلابيبهن ذلك أدنى أن يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورا سورة الأحزاب
Maknanya: “Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin : hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah maha
pengampun lagi maha penyayang” (Q.S. al Ahzab: 59)
Dalam ayat ini, Allah mengatakan " عليهن " ;
atas tubuh mereka, bukan " على
وجوههن " ; atas
muka mereka. Jadi ayat ini maknanya sama dengan ayat yang lain, yaitu :
وليضربن بخمرهن على جيوبهن سورة النور
Maknanya: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke
dadanya” (Q.S. an-Nur: 31)
Maksud kedua ayat ini adalah perintah yang mewajibkan
menutup leher dan bagian atas dada. Ayat 59 dari surat al Ahzab ini
memerintahkan demikian untuk membedakan antara perempuan yang merdeka dan
budak. Demikian dijelaskan makna kedua ayat tersebut oleh al Hafizh al Mujtahid
'Ali ibn Muhammad ibn al Qaththan al Fasi dalam kitabnya an-Nazhar
fi Ahkam an-Nazhar.
Makna Khimar adalah kain yang digunakan oleh
perempuan untuk menutup kepalanya. Al Jayb adalah lubang di ujung
baju atas di dekat leher. Jilbab adalah kain lebar yang digunakan
oleh seorang perempuan untuk menyelimuti tubuhnya setelah pakaiannya lengkap,
jilbab ini disunnahkan dipakai oleh perempuan.
Jadi ayat " يدنين
عليهن من جلابيبهن "
tidak berisi kewajiban menutup muka,
melainkan maksudnya adalah menutup leher dengannya sebagaimana dikatakan oleh
'Ikrimah bahwa makna ayat tersebut perintah menutup lekukan bagian atas dada,
karena sebelum turunnya ayat hijab ini para wanita muslimah melakukan seperti
yang dilakukan oleh perempuan di masa jahiliyyah, yaitu meletakkan kerudung di
atas kepala dan diulurkan ke belakang jadi lehernya nampak.
Firman Allah " ذلك أدنى
أن يعرفن فلا يؤذين
" : "Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu". Maksudnya adalah wanita-wanita
merdeka lebih selamat dari gangguan orang-orang yang usil ketika mereka berbeda
penampilan dengan para budak perempuan. Karena orang-orang fasik tersebut akan
mengganggu wanita merdeka kalau mereka mengiranya budak. Jadi ketika seorang
wanita merdeka menutup kepala dan lehernya ia akan selamat dari gangguan
orang-orang fasik tersebut karena sudah ada tanda pembeda antara keduanya.
Sedangkan para budak wanita memang tidak diwajibkan menutup leher dan kepala
ketika keluar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar