}
MEMANG SEBUAH PERPISAHAN KADANG MELAHIRKAN DUKA DAN KEPILUAN, AKIBAT PROSES KEBERSAMAAN DALAM KEAKRABAN, NAMUN SEMUA INI HARUS KITA TERIMA SEBAGAI AKTIFITAS KEHIDUPAN DALAM KENISCAYAAN, YANG TERPENTING BAGI KITA SEMUA, BAGAIMANA KITA MENEMUI MASA YANG AKAN DATANG DENGAN HAL YANG LEBIH BERMAKNA DAN BERGUNA, KARENA SESUNGGUHNYA KITA BERJALAN DALAM TIGA DIMENSI KEHIDUPAN, MASA LALU SEBAGAI PENGALAMAN DAN KENANGAN, BILAMANA MASA LALU ITU BURAM DAN SURAM, MAKA HENDAKLAH KITA RENOVASI DENGAN KEBAIKAN DAN PERBAIKAN DIRI, MASA SEKARANG SEBAGAI REALITAS DAN KENYATAAN, BILAMANA AKTIVITAS KITA SEKARANG MEMBERI MASLAHAT KEPADA SEKITARNYA, HARUSLAH KITA PERTAHANKLAN DAN TINGKATKAN KUALITAS SERTA KUANTITASNYA. DAN MASA AKAN DATANG SEBAGAI HARAPAN SEKALIGUS TANTANGAN, JANGAN ADA GORESAN DUKA DAN PUTUS ASA DALAM KITA MENGHADAPI DAN MENATAPNYA

Sabtu, 25 Agustus 2012

Sekilas Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary




NAMA Maulana Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari menempati hati masyarakat Kalimantan dan Indoensia sebagai ulama besar dan pengembang ilmu pengetahuan ke islaman. Belum ada tokoh yang mengalahkan kepopuleran nama Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Karya-karyanya hinga kini tetap dibaca orang di masjid dan disebut-sebut sebagai rujukan. Nama kitabnya Sabilal Muhtadin diabadikan untuk nama Masjid Raya kebanggaan masyarakat Kalimantan Selatan. 

Nama kitabnya yang lain Tuhfatur raghibin juga diabadikan untuk sebuah masjid yang ada di desa Dalampagar Ulu Martapura Timur kabupaten Banjar dimana dulu tempat Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari melakukan pengajaran dan dakwah Islamiyah. Tak hanya itu, hampir seluruh ulama di kalimantan masih memiliki tautan dengannya. Baik sebagai keturunan atau muridnya. 


Kaum Muslimin dari berbagai penjuru ketika menghadiri Haul ke-206 Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary di Desa Dalampagar Ulu Martapura Timur Sabtu,25/8/12


Sebut saja nama almarhum Al Alimul Allamah Maulana Syekh K.H. Muhammad Zaini Abdul Ghani, yang dikenal dengan nama Guru Sekumpul, adalah keturunan Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Hampir semua ulama di Kalimantan, Sumatera, Jawa, dan Malaysia, pernah menimba ilmu dari Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari atau dari murid-murid beliau.


Diantara karya penulis biografi Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari , antara lain Mufti Kerajaan Indragiri Syekh Abdurrahman Shiddiq Sapat Tembilahan berpendapat bahwa ia adalah keturunan Alawiyyin melalui jalur Sultan Abdurrasyid Mindanao.


Jalur nasabnya adalah Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari bin Abdullah bin Abu Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abubakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (kakek seluruh keluarga Al Aidrus) bin Abu Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shama'ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja'far As Shadiq bin Al ImamMuhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib Karamallah wajhah dan Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW .

Abdullah tercatat sebagai pemimpin peperangan melawan Portugis, kemudian ikut melawan Belanda lalu melarikan diri bersama isterinya ke Lok Gabang (sekarang masuk wilayah kecamatan Astambul kabupaten Banjar). Dalam riwayat lain menyebut bahwa apakah Sayyid Abu Bakar As-Sakran atau Sayyid Abu Bakar bin Sayid `Abdullah Al-’Aidrus yang dikatakan berasal dari Palembang itu kemudian pindah ke Johor, dan lalu pindah ke Brunei Darussalam, Sabah, dan Kepulauan Sulu, yang kemudian memiliki keturunan kalangan sultan di daerah itu. 

Yang jelas, para sultan itu masih memiliki tali temali hubungan dengan Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang berinduk ke Hadramaut, Yaman. Bapaknya Abdullah merupakan seorang pemuda yang dikasihi sultan (Sultan Hamidullah atau Tahmidullah bin Sultan Tahlilullah 1700-1734 M).

Bapaknya bukan asal orang Banjar,tetapi datang dari India mengembara untuk menyebarkan Dakwah,Beliau seorang ahli seni ukiran kayu. Semasa ibunya hamil,kedua Ibu Bapaknya sering berdo’a agar dapat melahirkan anak yang alim dan zuhud. Setelah lahir,Ibu Bapaknya mendidik dengan penuh kasih sayang setelah mendapat anak sulung yg dinanti-nantikan ini. Beliau dididik dengan dendangan Asmaul-Husna, disamping berdo’a kepada Allah.Setelah itu diberikan pendidikan al-qur’an kepadanya. Kemudian barulah menyusul kelahiran adik-adiknya yaitu ; ’Abidin, Zainal abidin, Nurmein, Nurul Amein.

Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari lahir di desa Lok Gabang Kecamatan Astambul Kabupaten Banjar pada hari Kamis dini hari, pukul 03.00 (waktu sahur), 15 Safar 1122 H atau 17 Maret 1710 M.

Semasa Kecil
Sejak kecil, Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari cerdas serta mempunyai akhlak yang baik dan terpuji. Kehebatan beliau sejak kecil ialah dalam bidang seni Lukis dan seni tulis, sehingga siapa saja yang melihat karyanya akan merasa kagum dan terpukau.

Pada suatu hari, sultan mengadakan kunjungan kekampung-kampung, Pada saat baginda sampai kekampung lok Gabang, Baginda berkesempatan melihat hasil karya lukisan Muhammad Arsyad yang indah lagi memukau hati itu. justeru Sultan berhajat untuk memelihara dan mendidik Muhammad Arsyad yang tatkala itu baru berusia 7 tahun.

Maulana Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapat pendidikan penuh di Istana sehingga usia mencapai 30 tahun. Kemudian beliau dikawinkan dengan seorang perempuan yang soleha bernam Tuan Bajut, Hasil perkawinan beliau memperoleh seorang putri yang diberinam Syarifah. Beliau telah meneruskan pengembaraan ilmunya ke Mekah selama 30 tahun dan Madinah selama 5 tahun. Segala perbelanjaanya ditanggung oleh sultan.

Sahabatnya yang paling penting yang banyak disebut adalah Syeikh `Abdus Shamad Al-Falimbani, Syeikh Abdur Rahman Al-Mashri Al-Batawi dan Syeikh Abdul Wahhab Bugis (yang kemudian menjadi menantu Syaikh). Guru yang banyak disebut adalah Syeikh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi, Syeikh `Athaullah dan Syeikh Muhammad bin Abdul Karim As-Sammani Al-Madani. Selama belajar di Mekah Syeikh Arsyad tinggal di sebuah rumah di Samiyah yang dibeli oleh Sultan Banjar. Syeikh Arsyad juga belajar kepada guru-guru Melayu di Arab Saudi, seperti Syeikh Abdur Rahman bin Abdul Mubin Pauh Bok Al-Fathani (Thailand Selatan), Syeikh Muhammad Zain bin Faqih Jalaluddin Aceh dan Syekh Muhammad Aqib bin Hasanuddin Al Falimbany.

Hampir semua ilmu keislaman yang telah dipelajari di Mekah dan Madinah mempunyai sanad atau silsilah hingga ke pengarangnya. Hal ini cukup jelas seperti yang ditulis oleh Syeikh Yasin bin Isa Al-Fadani (Padang, Sumatera Barat) dalam beberapa buah karya beliau. Selain bukti berupa karya-karyanya, juga dapat diambil jasa-jasanya membuka mata masyarakat Banjar atau dunia Melayu.

Rekan-rekan Arsyad selama di Mekah kemudian juga menjadi ulama terkenal. Syeikh `Abdus Shamad Al-Falimbani pengarang Sayrus Salaikin, Syeikh `Abdur Rahman Al-Mashri Al-Batawi (akkek Sayid `Utsman bin Yahya, Mufti Betawi yang terkenal), Syeikh Muhammad Nafis bin Idris Al-Banjari, pengarang kitab Ad-Durrun Nafis, Syeikh Muhammad Shalih bin `Umar As-Samarani (Semarang) yang digelar dengan Imam Ghazali Shaghir (Imam Ghazali Kecil), Syeikh `Abdur Rahman bin `Abdullah bin Ahmad At-Tarmasi (Termas, Jawa Timur), Syeikh Haji Zainuddin bin `Abdur Rahim Al-Fathani (Thailand Selatan), dan banyak lagi.

Penulisan
Tradisi kebanyakan ulama, ketika mereka belajar dan mengajar di Mekah, sekali gus menulis kitab di Mekah juga. Lain halnya dengan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari, walaupun dipercayai bahawa beliau juga pernah mengajar di Mekah, namun karya yang dihasilkannya ditulis di Banjar sendiri. Lagi pula nampaknya beliau lebih mencurahkan khidmat derma baktinya di tempat kelahirannya sendiri yang seolah-olah tanggungjawab rakyat Banjar terbeban di bahunya. 

Ketika mulai pulang ke tanah Banjar, Beliau sangat sibuk mengajar dan menyusun segala macam bidang yang bersangkut-paut dengan dakwah, pendidikan dan pentadbiran Islam. Walaupun begitu beliau masih sempat menghasilkan beberapa buah karangan.

Karya-karya Syeikh Arsyad banyak ditulis dalam bahasa Arab-Melayu atau Jawi yang memang diperuntukkan untuk bangsanya. Meskipuin ia memiliki kemampuan menulis berbagai kitab dalam bahasa Arab, tapi, ia lebih suka menuliskannya dalam bahasa Jawi. Ia mengajarkan kitab-kitab semacam Ihya Ulumiddin karya Imam Ghazali kepada para muridnya.

Karangannya yang sempat dicatat adalah seperti berikut di bawah ini:

Tuhfah ar-Raghibin fi Bayani Haqiqah Iman al-Mu’minin wa ma Yufsiduhu Riddah ar-Murtaddin, diselesaikan tahun 1188 H/1774 M
Luqtah al-’Ajlan fi al-Haidhi wa al-Istihadhah wa an-Nifas an-Nis-yan, diselesaikan tahun 1192 H/1778 M.
Sabil al-Muhtadin li at-Tafaqquhi fi Amri ad-Din, diseselesaikan pada hari Ahad, 27 Rabiulakhir 1195 H/1780 M
Risalah Qaul al-Mukhtashar, diselesaikan pada hari Khamis 22 Rabiulawal 1196 H/1781 M.
Kitab Bab an-Nikah.
Bidayah al-Mubtadi wa `Umdah al-Auladi
Kanzu al-Ma’rifah
Ushul ad-Din
Kitab al-Faraid
Hasyiyah Fat-h al-Wahhab
Mushhaf al-Quran al-Karim
Fat-h ar-Rahman
Arkanu Ta’lim as-Shibyan
Bulugh al-Maram Fi Bayani Qadha’ wa al-Qadar wa al-Waba’
Tuhfah al-Ahbab
Khuthbah Muthlaqah Pakai Makna. Kitab ini dikumpulkan semula oleh keturunannya, Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari. Dicetak oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, Singapura, tanpa dinyatakan tarikh cetak.

Ada pun karyanya yang pertama, iaitu Tuhfah ar-Raghibin, kitab ini sudah jelas atau pasti karya Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari bukan karya Syeikh `Abdus Shamad al-Falimbani seperti yang disebut oleh Dr. M. Chatib Quzwain dalam bukunya, Mengenal Allah Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad AI-Falimbani, yang berasal daripada pendapat P. Voorhoeve. Pendapat yang keliru itu telah saya bantah dalam buku Syeikh Muhammad Arsyad (l990). Dasar saya adalah bukti-bukti sebagai yang berikut:

1. Tulisan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani, “Maka disebut oleh yang empunya karangan Tuhfatur Raghibin fi Bayani Haqiqati Imanil Mu’minin bagi `Alim al-Fadhil al-’Allamah Syeikh Muhammad Arsyad.”

2. Tulisan Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari dalam Syajaratul Arsyadiyah, “Maka mengarang Maulana (maksudnya Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, pen:) itu beberapa kitab dengan bahasa Melayu dengan isyarat sultan yang tersebut, seperti Tuhfatur Raghibin …” Pada halaman lain, “Maka Sultan Tahmidullah Tsani ini, ialah yang disebut oleh orang Penembahan Batu. Dan ialah yang minta karangkan Sabilul Muhtadin lil Mutafaqqihi fi Amrid Din dan Tuhfatur Raghibin fi Bayani Haqiqati Imani Mu’minin wa Riddatil Murtaddin dan lainnya kepada jaddi (Maksudnya: datukku, al-’Alim al-’Allamah al-’Arif Billah asy-Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari.”

3. Pada cetakan Istanbul, yang kemudian dicetak kembali oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, Singapura tahun 1347 H, iaitu cetakan kedua dinyatakan, “Tuhfatur Raghibin … ta’lif al-’Alim al-’Allamah asy-Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari.” Di bawahnya tertulis, “Telah ditashhihkan risalah oleh seorang daripada zuriat muallifnya, iaitu `Abdur Rahman Shiddiq bin Muhammad `Afif mengikut bagi khat muallifnya sendiri …”. Di bawahnya lagi tertulis, “Ini kitab sudah cap dari negeri Istanbul fi Mathba’ah al-Haji Muharram Afandi”.

4. Terakhir sekali Mahmud bin Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari mencetak kitab Tuhfah ar-Raghibin itu disebutnya cetakan yang ketiga, nama Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari tetap dikekalkan sebagai pengarangnya.

Daripada bukti-bukti di atas, terutama yang bersumber daripada Syeikh Daud bin `Abdullah al-Fathani dan Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq adalah cukup kuat untuk dipegang kerana kedua-duanya ada hubungan dekat dengan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari itu. Syeikh Daud bin `Abdullah al-Fathani adalah sahabat Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari sedangkan Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq pula adalah keturunan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari. Mengenai karya-karya Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari yang tersebut dalam senarai, insya-Allah akan dibicarakan pada kesempatan yang lain.

Masih banyak lagi tulisan dan catatan syaikh yang disimpan kalangan muridnya yang kemudian diterbitkan di Istambul (Turki), Mesir, Arab Saudi, Mumbai (Bombai), Singapura, dan kemudian Jakarta Surabaya, dan Cirebon. Di samping itu beliau menulis satu naskah al Quranul Karim tulisan tentang beliau sedikit, yang sampai sekarang masih terpelihara dengan baik.

Keturunan
Zurriyaat (anak dan cucu) beliau banyak sekali yang menjadi ulama besar, pemimpin-pemimpin, yang semuanya teguh menganut Madzhab Syafi’i sebagai yang di wariskan oleh Syeikh Muhammad Arsyad Banjar.

Diantara zurriyat beliau yang kemudian menjadi ulama besar turun temurun diantaranya adalah :

• Tuan Guru H. Jamaluddin, Mufti, anak kandung, penulis kitab “perukunan Jamaluddin”.
• Tuan Guru H. Yusein, anak kandung, penulis kitab “Hidayatul Mutafakkiriin”.
• Tuan Hajjah Fathimah binti Syekh Muhammad Arsyad, anak kandung, (penulis kitab “Perukunan Besar”, tetapi namanya tidak ditulis dalam kitab itu)
• Tuan Guru H. Abu Sa’ud, Qadhi.
• Tuan Guru H. Abu Naim, Qadhi.
• Tuan Guru H. Ahmad, Mufti.
• Tuan Guru H. Syahabuddin, Mufti.
• Tuan Guru H.M. Thaib, Qadhi.
• Tuan Guru H. As’ad, Mufti.
• Tuan Guru H. Jamaluddin II., Mufti.
• Tuan Guru H. Abdurrahman Sidiq, Mufti Kerajaan Indragiri Sapat (Riau)
• Tuan Guru H.M. Thaib bin Mas’ud bin H. Abu Saud, ulama Kedah, Malaysia, pengarang kitab “Miftahul jannah”.
• Tuan Guru H. Thohah Qadhi-Qudhat, Pendiri Madrasah “Sulamul ‘ulum’, Dalam Pagar Ulu Martapura Timur.
• Tuan Guru H.M. Ali Junaedi, Qadhi.
• Tuan Guru Tuan Guru KH. Zainal Ilmi.
• Tuan Guru H.M. Nawawi, Mufti.
• Tuan Guru H. Kasyful Anwar Kampung Melayu
• Tuan Guru H. Sya’rani Arief Kampung Melayu
• Tuan Guru H. Syarwani Abdan Bangil
• Tuan Guru Al Aliimul Allah Maulana Syekh Muhammad Zaini (Guru Sekumpul)
• Dan lain-lain banyak lagi zuriat beliau yang menjad ulama besar sampai kini tersebar di Kalimantan dan Indonesia serta lainnya.

Semuanya yang tersebut di atas adalah zurriyat Maulana Syeikh Muhammad Arsyad al Banjary yang menjadi ulama dan sudah berpulang ke rahmatullah.

Sebagaimana disebutkan di atas, Maulana Syeikh Muhammad Arsyad al Banjary dan sesudah beliau, zurriyat-zariyat beliau adalah para penegak Madzhab Syafi’i berfaham Ahlussunnah wal Jama’ah, khususnya di Kalimantan.

Maulana Syeikh Muhammad Arsyad al Banjary wafat pada 6 Syawal 1227 H atau 3 Oktober 1812 M. Beliau meninggal dunia pada usia 105 tahun dengan meninggalkan sumbangan yang besar terhadap masyarakat islam di Nusantara.

Makamnya mempunyai karomah dan kemuliaan hingga kini masih tetap diziarahi ribuan orang. Setap haulnya pun selalu dihadiri puluhan ribu orang yang datang dar berbagai pelosok daerah kawasan Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Sumater termasuk dari Malaysia, Brunai Darussalam dan lainnya.

Semoga Allah SWT menurunkan curahan Rahmat dan Maghfirah kepada Beliau, para zurriat dan orang orang yang mencintai mereka karena Allah. Bilkhusus ketika diadakan haul dan pembacaan manaqib Maulana Syeikh Muhammad Arsyad al Banjary. Amin Ya Robbal Alamin


Sumber : 
Situs Biografi Ulama Ulama Dunia
Situs Wikipedia Bahasa Indonesia

2 komentar: